Merawat "Rumah Jiwa"

Rumah kita masih yang itu-itu juga. Tapi, sekembali dari mudik dan silaturahmi kita menemukan ada yang beda. Ditinggal sebentar saja, rumah kita telah berubah. Bukan bentuk dan struktur bangunannya. Bukan. Perubahan itu mungkin teramat kecil; tapi hampir setiap kita sepulang dari bepergian dan rumah tiada berpenghuni seorang pun, kita akan merasakannya. Rumah kita menjadi terasa berebu.

 Baru saja kaki memasuki teras, debu itu telah terasa menempel tebal. Risih dan tidak nyaman. Begitulah tabiat rumah yang jarang disambangi dan tiada berpenghuni, debu-debu akan tertimbun dan mengotori. Anehnya, rumah juga akan gampang rusak. Padahal, ketika kita tempati, seingat kita tak juga dirawat ekstra ketat. Tapi begitulah kenyataannya.

 Di samping rumah saya yang sederhana, ada rumah yang lama ditinggalkan penghuninya. Terkunci. Dari celah pagarnya yang rapat saya bisa tahu bahwa belukar rimbun menumbuhi. Kata beberapa jamaah masjid, "Bagian belakangnya telah ambrol, Mas." Ya, rumah itu jadi terlihat kotor dan rusak.

 Begitulah tabiat rumah. Jika bangunan fisik saja butuh disambangi, butuh dibersihkan, dirawat, bahkan dimanfaatkan untuk aktivitas, bagaimana halnya dengan "rumah jiwa" kita? Tentu ia butuh lebih banyak lagi perawatan. Sayangnya, rumah jiwa kita debu-debunya tidak mudah diraba; mungkin karena wujudnya saja yang beda. Debu-debu itu bisa berupa kegelisahan, 'kemrungsung' menghadapi hidup, mudah sakit hati, gampang mendendam, hampa, dan sebagainya.

 Rumah yang dibersihkan tiap hari, perabotan dan barang-barangnya dirapikan setiap saat, akan terasa bersih dan lapang. Demikian pula dengan rumah jiwa kita. Jika kita rajin mengunjungi, membersihkan, merawat, dan menatanya, ia akan jernih, tajam, dan cemerlang. Rumah jiwa itu akan berkilauan. Dengan apa kita melakukannya? Kita merawat rumah jiwa kita dengan ketaatan kepada-Nya; ibadah, dzikir, istighfar, menolong sesama dan sebagainya.

 Semakin lama rumah ditinggalkan, semakin banyak pula yang harus dibersihkan. Demikian pula halnya ketika kita lama tidak menyambangi rumah jiwa kita, lama tidak berketaatan kepada-Nya, lama bermaksiat kepada-Nya, tak perlu khawatir. Hanya diperlukan kerja ekstra untuk benar-benar membersihkannya; jalan itu telah ada, yaitu taubat. Banyak istighfar dan memperbaiki diri.


 Demikian bincang kita tentang rumah dan debu, semoga bermanfaat. Kini, mari kita jaga dan rawat 'rumah' kita.

0 comments :

Post a Comment